Batuan Metamorf
Batuan Metamorf
1. Pengertian Batuan Metamorf
Batuan metamorf adalah batuan ubahan yang terbentuk dari batuan aslinya, berlangsung dalam keadaan padat, akibat pengaruh peningkatan suhu (T) dan tekanan (P) yang tinggi. Batuan metamorfosa disebut juga dengan batuan malihan atau ubahan, demikian pula dengan prosesnya, proses malihan. Proses metamorfisme atau malihan merupakan perubahan himpunan mineral dan tekstur batuan, namun dibedakan denag proses diagenesa dan proses pelapukan yang juga merupakan proses dimana terjadi perubahan. Proses metamorfosa berlangsung akibat perubahan suhu dan tekanan yang tinggi, diatas 200C dan 300 Mpa (mega pascal), dan dalam keadaan padat. Sedangkan proses diagenesa berlangsung pada suhu dibawah 200C dan proses pelapukan pada suhu dan tekanan normal, jauh dibawahnya, dalam lingkungan atmosfir.
Preses metamorfosa dapat didefinisikan sebagai:
”Perubahan himpunan mineral dan tekstur batuan dalam keadaan (fasa) padat (solid slate) pada suhu diatas 200C dan tekanan 300 Mpa”.
Batuan metamorf memerlukan perhatian tersendiri, karena perubahannya berlangsung dalam keadaan padat. Saat lempeng-lempeng tektonik bergerak dan fragmen kerak bertabrakan, batuan terkoyak, tetarik (extended), terlipat, terpanaskan dan berubah dengan cara yang kompleks. Tetapi meskipun batuan sudah mengalami perubahan dua kali atau lebih, biasanya bekas atau bentuk batuan semula masih tersimpan, karena perubahannya terjadi dalam keadaan padat. Padat tidak seperti cair atau gas cenderung untuk menyimpan peristiwa-peristiwa (events) pengubahannya. Diantara kelompok batuan, batuan metamorf merupakan yang paling kompleks, tetapi juga paling menarik karena didalamnya tersimpan semua cerita yang telah terjadi pada kerak bumi.
2. Proses metamorfisme
Proses metamorfisme, meliputi:
1. Proses perubahan fisik yang menyangkut struktur dan tekstur oleh tenaga kristaloblastik (tenaga dari sedimen-sedimen kimia untuk menyusun susunan sendiri).
2. Proses-proses perubahan susunan mineralogi, sedangkan susunan kimianya tetap (isokimia) tidak ada perubahan komposisi kimiawi, tapi hanya perubahan ikatan kimia.
Tahap-tahap proses metamorfisme:
1. Rekristalisasi
Proses ini dibentukoleh tenaga kristaloblastik, di sini terjadi penyusunan kembali kristal-kristal dimana elemen-elemen kimia yang sudah ada sebelumnya.
2. Reorientasi
Proses ini dibentuk oleh tenaga kristaloblastik, di sini pengorientasian kembali dari susunan kristak-kristal, dan ini akan berpengaruh pada tekstur dan struktur yang ada.
3. Pembentukan mineral-mineral baru
Proses ini terjadi dengan penyusunan kembali elemen-elemen kimiawi yang sebelumnya sudah ada.
a. Dalam metamorfosa yang berubah adalah : tekstur dan asosiasi mineral, yang tetap adalah komposisi kimia dan fase padat (tanpa melalui fase cair).
b. Teksturnya selalu mereflesikan sejarah pembentukannya.
c. Ditinjau dari perubahan P & T, dikenal :
1) Progresive metamorfosa : perubahan dari P & T rendah ke P & T tinggi.
2) Retrogresive metamorfosa : perubahan dari P & T tinggi ke P & T rendah.
Kondisi yang mengontrol metamorfosa/mempengaruhi rekristalisasi dan tekstur.
1) Tekanan : - Tekanan Hidrostatik
- Tekanan searah (stress)
Di sini dikenal 2 kelompok mineral yaitu :
a. Stress mineral : yaitu mineral-mineral yang tahan terhadap tekanan.
Contoh : staurolit, kinit
b. Anti stress mineral : yaitu mineral-mineral yang jarang dijumpai pada batuan yang mengalami stress.
Contoh : olivin, andalusit
2) Temperatur : pada umumnya perubahan temperatur jauh lebih efektif daripada perubahan tekanan dalam hal pengaruhnya bagi perubahan mineralogi.
Katalisator : berfungsi mempercepat reaksi, terutama pada metamorfose bertemperatur rendah.
Ada 2 hal yang dapat mempercepat reaksi yaitu :
(a) Adanya larutan-larutan kimia yang berjalan antar ruang butiran.
(b) Deformasi batuan, dimana batuan pecah-pecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga memudahkan kontak antar larutan nimia dengan fragüen-fragmen.
3) Fluid
4) Komposisi
Proses metamorfisme membentuk batuan yang sama sekali berbeda dengan batuan asalnya, baik tekstur maupun komposisi mineral. Mengingat bahwa kenaikan tekanan atau temperatur akan mengubah mineral bila batas kestabilannya terlampaui, dan juga hubungan antar butiran / kristalnya. Proses metamorfisme tidak mengubah komposisi kimia batuan. Oleh karena itu disamping faktor tekanan dan temperatur, pembentukan batuan metamorf ini jika tergantung pada jenis batuan asalnya.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses metamorfisme
Komposisi batuan asal sangat mempengaruhi pembentukan himpunan mineral baru, demikian pula dengan suhu dan tekanan. Suhu dan tekanan tidaklah berperan langsung, akan tetapi juga ada atau tidaknya cairan serta lamanya mengalami panas dan tekanan yang tinggi, dan bagaimana tekanannya, searah, terpuntir dan sebagainya.
1. Pengaruh cairan terhadap reaksi kimia
Pori-pori yang terdapat pada batuan sedimen atua batuan beku terisi ole cairan (fluida), yang merupakan larutan dari gas-gas, garam dan mineral yang terdapat pada batuan yang bersangkutan. Pada suhu yang tinggi intergranular ini lebih bersifat uap dan pada cair, dan mempunyai peran yang penting dalam metamorfisme. Di bawah suhu dan tekanan yang tinggi akan terjadi pertukaran unsur dari larutan ke mineral-mineral dan sebaliknya. Fungsi cairan ini sebagai media transport dari larutan ke mineral dan sebaliknya, sehingga mempercepat proses metamorfisme. Jika tidak ada larutan atau jumlahnya sedikit sekali, maka metamorfismenya akan berlangsung lambat, karena perpindahannya akan melalui diffusi antar mineral yang padat.
2. Suhu dan tekanan
Batuan apabila dipanaskan pada suhu tertentu akan membentukmineral-mineral baru, yang hasil akhirnya adalah batuan metamorf. Sumber panasnya berasal dari panas dalam bumi. Batuan dapat terpanaskan oleh timbunan (burial) atau terobosan dapat juga menimbulkan perubahan tekanan, sehingga sukar dikatakan metamorfisme hanya disebabkan ole keniakan suhu saja. Tekanan dalam proses metamorfisme bersifat sebagai stress yang mempunyai besaran serta arah. Tekstur batuan metamorf memperlihatkan bahwa batuan ini terbentuk di bawah differensial stress, atau tekanannyatidak sama besar dari segala arah.
Berbeda dengan batuan beku yang terbentuk melalui lelehan dan di bawah pengaruh uniform stress, atau mempunyai bersaran yang sama dari semua arah.
3. Waktu
Untuk mengetahui berapa lama berlangsungnya proses metamorfisme tidaklah mudah dan sampai saat ini masih belum diketahui bagaimana caranya.
Dalam percobaan di laboratorium memperlihatkan bahwa di bawah tekanan suhu tinggi serta waktu reasi yang lama akan menghasilkan kristal dengan ukuran yang besar. Dan dalam kondisi yang sebaliknya dihasilkan kristal yang kecil. Dengan demikian untuk sementara ini disimpulkan bahwa batuan berbutir kasar merupakan hasil metamorfisme dalam waktu yang panjang serta suhu dan tekanan yang tinggi. Sebaliknya yang berbutir halus, waktunya pendek serta suhu dan tekanan yang rendah.
4. Tipe-tipe metamorfosis
a) Berdasarkan penyebab/proses utama
• Dynamic Metamorphism(metamorfisme dynamo), terjadi akibat pengaruh tekanan kuat dalam waktu yang lama. Contohnya batu sabak.
• Metamorfosa kontak (Thermal Metamorphism), terjadi akibat pengaruh suhu yang tinggi karena adanya aktifitas magma. Contohnya marmer.
• Metamorfosa dinamo-termal (Dynamo-thermal Metamorphism), terjadi akibat tambahan tekanan dan kenaikan temperatur. Contohnya skis.
b) Berdasarkan setting
• Contact Metamorphism
Pyrometamorphism
• Regional Metamorphism
Orogenic Metamorphism
Burial Metamorphism
Ocean Floor Metamorphism
• Hydrothermal Metamorphism
• Fault-Zone Metamorphism
• Impact or Shock Metamorphism
5. Fasies dan Seri fasies metamorfosis
Fasies metamorfosis
Sekumpulan batuan yang masing‐masing mempunyai paragenesa mineral tertentu; mempunyai keseimbangan P dan T yang sama. Mineral indikatornya berupa himpunan mineral yang mencirikan kondisi P & T tertentu.
Seri fasies metamorfosis
Sekumpulan fasies metamorfosis yang mencirikan suatu daerah secara individu;dalam satu diagram P‐T ditunjukkan oleh satu kurva atau sekumpulan kurva yang memperlihatkan batasan dari tipe fasies dan metamorfosis yang berbeda ‐‐‐‐> akibat adanya gradien geotermalberbeda di daerah terjadinya metamorfosis.
6. Faktor-Faktor Yang Harus Diperhatikan Dalam Deskripsi Batuan Metamorf
a) Warna
Warna batuan berkaitan erat dengan komposisi mineral penyusunnya.mineral penyusun batuan tersebut sangat dipengaruhi oleh komposisi magma asalnya sehingga dari warna dapat diketahui jenis magma pembentuknya.
b) Tekstur Batuan
Pengertian tekstur batuan mengacu pada kenampakan butir-butir mineral yang ada di dalamnya, yang meliputi tingkat kristalisasi, ukuran butir, bentuk butir, granularitas, dan hubungan antar butir (fabric). Jika warna batuan berhubungan erat dengan komposisi kimia dan mineralogi, maka tekstur berhubungan dengan sejarah pembentukan dan keterdapatannya. Tekstur merupakan hasil dari rangkaian proses sebelum,dan sesudah kristalisasi. Secara umum, tekstur metamorf terbagi atas tekstur dan tekstur larutan sisa. Tekstur metamorf yaitu :
Lepidoblastik, apabila terdiri dari mineral – mineral yang tabular.
Nematoblastik, apabila terdiri dari mineral – mineral yang prismatic.
Porfiroblastik, apabila mempunyai tekstur porfiroblastik
Granoblastik, apabila terdiri dari mineral – mineral yang equedimensional (granular) dengan batas – batas yang sutured. Mineral – mineralnya mempunyai bentuk anhedral.
Granuloblastik, apabila terdiri dari mineral – mineral yang equedimensional (granular) dengan batas – batas yang unsutured. Mineral – mineralnya mempunyai bentuk anhedral.
Relic, apabila tteksturnya berasal dari batuan terdahulu.
Hornfelsik, seperti granoblastik memperlihatkan tekstur mosaic tetapi tidak menunjukkan orientasi.
Homeoblastik, apabila batuan terdiri dari atas satu tekstur saja.
Heteroblastik, apabila batuan terdiri atas lebih dari satu tekstur.
Granoblastik polygonal
c) Struktur Batuan
Secara umum struktur batuan metamorf terdiri atas :
1. Foliasi
Struktur paralel yang ditimbulkan oleh mineral – mineral pipih sebagai akibat dari proses metamorphosis. Dapat diperlihatkan boleh mineral – mineral prismatic yang menunjukkan orientasi – orientasi tertentu. Dihasilkan oleh proses metamorfisme regional, kataklastik.
2. Non-Foliasi
Struktur yang dibentuk oleh mineral yang equidimensional yang terdiri dari butiran butiran granular. Dihasilkan oleh proses metamorfisme kontak.
Struktur – struktur yang biasa dikenal pada batuan metamorf adalah :
a) Slaty cleavage : merupakan struktur foliasi planar yang dijumpai sebagai bibang – bidang belah pada batu sabak.
b) Granulose / hornfelsik : struktur yang tidak menunjukkan cleavage, merupakan bmozaik yang terdiri dari mineral yang equidimensional, hasil dari metamorphosis thermal
c) Filitik : terlihat rekristalisasi yang lebih kasar dari slaty cleavage, sudah mulai terjadi pemisahan mineral granular (segregasi) tetapi belum sempurna, lebih kilap daripada batu sabak.
d) Schistose : struktur akibat perulangan mineral pipih dengan mineral equigranular, mineralnya pipih orientasi tidak terputus – putus.
e) Gneistose : struktur akibat perulangan mineral pipih dengan mineral equigranular, orientasi mineral pipih terputus – putus oleh mineral granular.
f) Milonitik : berbutir halus, menunjukkan gerusan – gerusan akibat granulation yang kuat.
g) Filonitik : gejala dan kenampakan mirip milonitik, tetapi sudah terjadi rekristalisasi dan menunjukkan kilap silky.
Batuan Metamorf
1. Pengertian Batuan Metamorf
Batuan metamorf adalah batuan ubahan yang terbentuk dari batuan aslinya, berlangsung dalam keadaan padat, akibat pengaruh peningkatan suhu (T) dan tekanan (P) yang tinggi. Batuan metamorfosa disebut juga dengan batuan malihan atau ubahan, demikian pula dengan prosesnya, proses malihan. Proses metamorfisme atau malihan merupakan perubahan himpunan mineral dan tekstur batuan, namun dibedakan denag proses diagenesa dan proses pelapukan yang juga merupakan proses dimana terjadi perubahan. Proses metamorfosa berlangsung akibat perubahan suhu dan tekanan yang tinggi, diatas 200C dan 300 Mpa (mega pascal), dan dalam keadaan padat. Sedangkan proses diagenesa berlangsung pada suhu dibawah 200C dan proses pelapukan pada suhu dan tekanan normal, jauh dibawahnya, dalam lingkungan atmosfir.
Preses metamorfosa dapat didefinisikan sebagai:
”Perubahan himpunan mineral dan tekstur batuan dalam keadaan (fasa) padat (solid slate) pada suhu diatas 200C dan tekanan 300 Mpa”.
Batuan metamorf memerlukan perhatian tersendiri, karena perubahannya berlangsung dalam keadaan padat. Saat lempeng-lempeng tektonik bergerak dan fragmen kerak bertabrakan, batuan terkoyak, tetarik (extended), terlipat, terpanaskan dan berubah dengan cara yang kompleks. Tetapi meskipun batuan sudah mengalami perubahan dua kali atau lebih, biasanya bekas atau bentuk batuan semula masih tersimpan, karena perubahannya terjadi dalam keadaan padat. Padat tidak seperti cair atau gas cenderung untuk menyimpan peristiwa-peristiwa (events) pengubahannya. Diantara kelompok batuan, batuan metamorf merupakan yang paling kompleks, tetapi juga paling menarik karena didalamnya tersimpan semua cerita yang telah terjadi pada kerak bumi.
2. Proses metamorfisme
Proses metamorfisme, meliputi:
1. Proses perubahan fisik yang menyangkut struktur dan tekstur oleh tenaga kristaloblastik (tenaga dari sedimen-sedimen kimia untuk menyusun susunan sendiri).
2. Proses-proses perubahan susunan mineralogi, sedangkan susunan kimianya tetap (isokimia) tidak ada perubahan komposisi kimiawi, tapi hanya perubahan ikatan kimia.
Tahap-tahap proses metamorfisme:
1. Rekristalisasi
Proses ini dibentukoleh tenaga kristaloblastik, di sini terjadi penyusunan kembali kristal-kristal dimana elemen-elemen kimia yang sudah ada sebelumnya.
2. Reorientasi
Proses ini dibentuk oleh tenaga kristaloblastik, di sini pengorientasian kembali dari susunan kristak-kristal, dan ini akan berpengaruh pada tekstur dan struktur yang ada.
3. Pembentukan mineral-mineral baru
Proses ini terjadi dengan penyusunan kembali elemen-elemen kimiawi yang sebelumnya sudah ada.
a. Dalam metamorfosa yang berubah adalah : tekstur dan asosiasi mineral, yang tetap adalah komposisi kimia dan fase padat (tanpa melalui fase cair).
b. Teksturnya selalu mereflesikan sejarah pembentukannya.
c. Ditinjau dari perubahan P & T, dikenal :
1) Progresive metamorfosa : perubahan dari P & T rendah ke P & T tinggi.
2) Retrogresive metamorfosa : perubahan dari P & T tinggi ke P & T rendah.
Kondisi yang mengontrol metamorfosa/mempengaruhi rekristalisasi dan tekstur.
1) Tekanan : - Tekanan Hidrostatik
- Tekanan searah (stress)
Di sini dikenal 2 kelompok mineral yaitu :
a. Stress mineral : yaitu mineral-mineral yang tahan terhadap tekanan.
Contoh : staurolit, kinit
b. Anti stress mineral : yaitu mineral-mineral yang jarang dijumpai pada batuan yang mengalami stress.
Contoh : olivin, andalusit
2) Temperatur : pada umumnya perubahan temperatur jauh lebih efektif daripada perubahan tekanan dalam hal pengaruhnya bagi perubahan mineralogi.
Katalisator : berfungsi mempercepat reaksi, terutama pada metamorfose bertemperatur rendah.
Ada 2 hal yang dapat mempercepat reaksi yaitu :
(a) Adanya larutan-larutan kimia yang berjalan antar ruang butiran.
(b) Deformasi batuan, dimana batuan pecah-pecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga memudahkan kontak antar larutan nimia dengan fragüen-fragmen.
3) Fluid
4) Komposisi
Proses metamorfisme membentuk batuan yang sama sekali berbeda dengan batuan asalnya, baik tekstur maupun komposisi mineral. Mengingat bahwa kenaikan tekanan atau temperatur akan mengubah mineral bila batas kestabilannya terlampaui, dan juga hubungan antar butiran / kristalnya. Proses metamorfisme tidak mengubah komposisi kimia batuan. Oleh karena itu disamping faktor tekanan dan temperatur, pembentukan batuan metamorf ini jika tergantung pada jenis batuan asalnya.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses metamorfisme
Komposisi batuan asal sangat mempengaruhi pembentukan himpunan mineral baru, demikian pula dengan suhu dan tekanan. Suhu dan tekanan tidaklah berperan langsung, akan tetapi juga ada atau tidaknya cairan serta lamanya mengalami panas dan tekanan yang tinggi, dan bagaimana tekanannya, searah, terpuntir dan sebagainya.
1. Pengaruh cairan terhadap reaksi kimia
Pori-pori yang terdapat pada batuan sedimen atua batuan beku terisi ole cairan (fluida), yang merupakan larutan dari gas-gas, garam dan mineral yang terdapat pada batuan yang bersangkutan. Pada suhu yang tinggi intergranular ini lebih bersifat uap dan pada cair, dan mempunyai peran yang penting dalam metamorfisme. Di bawah suhu dan tekanan yang tinggi akan terjadi pertukaran unsur dari larutan ke mineral-mineral dan sebaliknya. Fungsi cairan ini sebagai media transport dari larutan ke mineral dan sebaliknya, sehingga mempercepat proses metamorfisme. Jika tidak ada larutan atau jumlahnya sedikit sekali, maka metamorfismenya akan berlangsung lambat, karena perpindahannya akan melalui diffusi antar mineral yang padat.
2. Suhu dan tekanan
Batuan apabila dipanaskan pada suhu tertentu akan membentukmineral-mineral baru, yang hasil akhirnya adalah batuan metamorf. Sumber panasnya berasal dari panas dalam bumi. Batuan dapat terpanaskan oleh timbunan (burial) atau terobosan dapat juga menimbulkan perubahan tekanan, sehingga sukar dikatakan metamorfisme hanya disebabkan ole keniakan suhu saja. Tekanan dalam proses metamorfisme bersifat sebagai stress yang mempunyai besaran serta arah. Tekstur batuan metamorf memperlihatkan bahwa batuan ini terbentuk di bawah differensial stress, atau tekanannyatidak sama besar dari segala arah.
Berbeda dengan batuan beku yang terbentuk melalui lelehan dan di bawah pengaruh uniform stress, atau mempunyai bersaran yang sama dari semua arah.
3. Waktu
Untuk mengetahui berapa lama berlangsungnya proses metamorfisme tidaklah mudah dan sampai saat ini masih belum diketahui bagaimana caranya.
Dalam percobaan di laboratorium memperlihatkan bahwa di bawah tekanan suhu tinggi serta waktu reasi yang lama akan menghasilkan kristal dengan ukuran yang besar. Dan dalam kondisi yang sebaliknya dihasilkan kristal yang kecil. Dengan demikian untuk sementara ini disimpulkan bahwa batuan berbutir kasar merupakan hasil metamorfisme dalam waktu yang panjang serta suhu dan tekanan yang tinggi. Sebaliknya yang berbutir halus, waktunya pendek serta suhu dan tekanan yang rendah.
4. Tipe-tipe metamorfosis
a) Berdasarkan penyebab/proses utama
• Dynamic Metamorphism(metamorfisme dynamo), terjadi akibat pengaruh tekanan kuat dalam waktu yang lama. Contohnya batu sabak.
• Metamorfosa kontak (Thermal Metamorphism), terjadi akibat pengaruh suhu yang tinggi karena adanya aktifitas magma. Contohnya marmer.
• Metamorfosa dinamo-termal (Dynamo-thermal Metamorphism), terjadi akibat tambahan tekanan dan kenaikan temperatur. Contohnya skis.
b) Berdasarkan setting
• Contact Metamorphism
Pyrometamorphism
• Regional Metamorphism
Orogenic Metamorphism
Burial Metamorphism
Ocean Floor Metamorphism
• Hydrothermal Metamorphism
• Fault-Zone Metamorphism
• Impact or Shock Metamorphism
5. Fasies dan Seri fasies metamorfosis
Fasies metamorfosis
Sekumpulan batuan yang masing‐masing mempunyai paragenesa mineral tertentu; mempunyai keseimbangan P dan T yang sama. Mineral indikatornya berupa himpunan mineral yang mencirikan kondisi P & T tertentu.
Seri fasies metamorfosis
Sekumpulan fasies metamorfosis yang mencirikan suatu daerah secara individu;dalam satu diagram P‐T ditunjukkan oleh satu kurva atau sekumpulan kurva yang memperlihatkan batasan dari tipe fasies dan metamorfosis yang berbeda ‐‐‐‐> akibat adanya gradien geotermalberbeda di daerah terjadinya metamorfosis.
6. Faktor-Faktor Yang Harus Diperhatikan Dalam Deskripsi Batuan Metamorf
a) Warna
Warna batuan berkaitan erat dengan komposisi mineral penyusunnya.mineral penyusun batuan tersebut sangat dipengaruhi oleh komposisi magma asalnya sehingga dari warna dapat diketahui jenis magma pembentuknya.
b) Tekstur Batuan
Pengertian tekstur batuan mengacu pada kenampakan butir-butir mineral yang ada di dalamnya, yang meliputi tingkat kristalisasi, ukuran butir, bentuk butir, granularitas, dan hubungan antar butir (fabric). Jika warna batuan berhubungan erat dengan komposisi kimia dan mineralogi, maka tekstur berhubungan dengan sejarah pembentukan dan keterdapatannya. Tekstur merupakan hasil dari rangkaian proses sebelum,dan sesudah kristalisasi. Secara umum, tekstur metamorf terbagi atas tekstur dan tekstur larutan sisa. Tekstur metamorf yaitu :
Lepidoblastik, apabila terdiri dari mineral – mineral yang tabular.
Nematoblastik, apabila terdiri dari mineral – mineral yang prismatic.
Porfiroblastik, apabila mempunyai tekstur porfiroblastik
Granoblastik, apabila terdiri dari mineral – mineral yang equedimensional (granular) dengan batas – batas yang sutured. Mineral – mineralnya mempunyai bentuk anhedral.
Granuloblastik, apabila terdiri dari mineral – mineral yang equedimensional (granular) dengan batas – batas yang unsutured. Mineral – mineralnya mempunyai bentuk anhedral.
Relic, apabila tteksturnya berasal dari batuan terdahulu.
Hornfelsik, seperti granoblastik memperlihatkan tekstur mosaic tetapi tidak menunjukkan orientasi.
Homeoblastik, apabila batuan terdiri dari atas satu tekstur saja.
Heteroblastik, apabila batuan terdiri atas lebih dari satu tekstur.
Granoblastik polygonal
c) Struktur Batuan
Secara umum struktur batuan metamorf terdiri atas :
1. Foliasi
Struktur paralel yang ditimbulkan oleh mineral – mineral pipih sebagai akibat dari proses metamorphosis. Dapat diperlihatkan boleh mineral – mineral prismatic yang menunjukkan orientasi – orientasi tertentu. Dihasilkan oleh proses metamorfisme regional, kataklastik.
2. Non-Foliasi
Struktur yang dibentuk oleh mineral yang equidimensional yang terdiri dari butiran butiran granular. Dihasilkan oleh proses metamorfisme kontak.
Struktur – struktur yang biasa dikenal pada batuan metamorf adalah :
a) Slaty cleavage : merupakan struktur foliasi planar yang dijumpai sebagai bibang – bidang belah pada batu sabak.
b) Granulose / hornfelsik : struktur yang tidak menunjukkan cleavage, merupakan bmozaik yang terdiri dari mineral yang equidimensional, hasil dari metamorphosis thermal
c) Filitik : terlihat rekristalisasi yang lebih kasar dari slaty cleavage, sudah mulai terjadi pemisahan mineral granular (segregasi) tetapi belum sempurna, lebih kilap daripada batu sabak.
d) Schistose : struktur akibat perulangan mineral pipih dengan mineral equigranular, mineralnya pipih orientasi tidak terputus – putus.
e) Gneistose : struktur akibat perulangan mineral pipih dengan mineral equigranular, orientasi mineral pipih terputus – putus oleh mineral granular.
f) Milonitik : berbutir halus, menunjukkan gerusan – gerusan akibat granulation yang kuat.
g) Filonitik : gejala dan kenampakan mirip milonitik, tetapi sudah terjadi rekristalisasi dan menunjukkan kilap silky.
0 komentar:
Posting Komentar